Jakarta – Polisi Korea Utara menggelar razia kendaraan pada November yang disebut sebagai upaya mereka mendapatkan duit tambahan.
Diberitakan Radio Free Asia, November dan Mei merupakan Bulan Tindakan Pencegahan Kecelakaan di Korut yang diinisiasi oleh pemerintah. Oleh sebab itu, selama dua bulan itu polisi banyak menindak warga yang melanggar lalu lintas, meski pelanggaran kecil sekalipun.
Salah seorang penduduk Kota Tanchon di Provinsi Hamgyong Selatan mengatakan razia kendaraan pada hakikatnya dilakukan untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas. Namun faktanya, polisi “secara sewenang-wenang mengeksploitasi orang dengan dalih mencegah kecelakaan.”
Dia membeberkan dalam razia ini, polisi bakal menilang setiap pelanggaran kecil yang mereka temukan. Polisi juga memindai pelat nomor mobil dan motor untuk memastikan nomor kendaraan itu masih berlaku.
Sepeda Ikut Kena Razia
Bukan hanya itu, pelat nomor sepeda pun, kata dia, ikut diperiksa.
Dia menjelaskan pelat nomor sepeda sejak dulu diterbitkan setelah pemilik sepeda mendaftarkan kendaraan kayuhnya di kantor polisi setempat. Namun, sejak awal 2000-an tidak ada lagi yang mendaftarkan sepeda ke kantor polisi.
“Jadi Anda bisa membuatnya sendiri atau membelinya dari pasar dan menempelkannya di bagian depan sepeda,” ujar sumber yang tidak ingin disebutkan namanya itu.
Namun sialnya, jika sepeda ditemukan tak berpelat, pemilik kendaraan kayuh itu wajib membayar sejumlah denda. Mereka harus membayar 1.000 won (sekitar Rp11.706) untuk sepeda biasa dan 10 ribu won (sekitar Rp116.998) untuk sepeda listrik.
“Orang-orang mengeluh bahwa ini sudah berlebihan,” ujar dia.
Sering Dilabel sebagai Polisi Pencuri
Akibat modus ini, polisi Korut sering disamakan dengan pencuri atau “Oppashi”, yakni seorang perwira polisi jahat dari Jepang dalam film Korea Utara yang populer saat Jepang masih menjajah Semenanjung Korea.
Razia yang dilakukan petugas itu kemungkinan dijalankan agar polisi mendapat pujian dari pemerintah. Sumber mengatakan apabila selama sebulan laporan kecelakaan di suatu wilayah sedikit, departemen keamanan lokal dianggap telah melakukan pekerjaannya dengan baik.
Sementara itu, sumber lain mengatakan razia ini tak hanya menyasar kendaraan, tapi juga bisnis-bisnis yang terbukti melanggar aturan.
Polisi disebut bisa menutup paksa sementara tempat bisnis jika benar ditemukan pelanggaran saat sidak.
“Petugas telah menyidak fasilitas layanan komersial seperti restoran dan tempat pemandian umum,” kata sumber yang tinggal di Chongjin, Provinsi Hamgyong Utara.
Untuk menghindari hukuman, pemilik bisnis disebut bisa menyogok polisi. Contohnya seperti pemilik restoran di wilayah Kyo-dong yang lolos dari jerat hukum saat memberikan uang tunai sebesar 100 ribu won (sekitar Rp1.172.160) dan semangkuk sup mahal dari daging anjing kepada petugas kala rumah makannya kepergok berpotensi menimbulkan kebakaran.
“Masyarakat sudah tidak tahan karena ketidakpuasan mereka terhadap polisi yang dengan kejam memeras warga untuk mengisi kantong mereka,” ujarnya. (blq/bac)
Sumber: CNN Indonesia