Ketua PWI Sumbar Dilantik Setelah Heboh Nasional

MarwahMedia.com | Padang | 12/01/2023 | Sampai tulisan ini saya buat, Kamis (12/1), di banyak media dan grup WA di Sumbar dan nasional, perdebatan tentang PWI Sumatera Barat dan ketua terpilih Dr. Ir. H. Basril Basyar, MM., belum berakhir. Ada pro dan kontra tentang keberadaan Basril Basyar yang akan dilantik Jumat (13/1) di Padang Convention Centre (PCC) Hotel Truntum, Padang, adalah hal yang lumrah.

Pendukung Basril Basyar dan pendukung calon yang kalah –Heranof Firdaus, tentu tak baik pula bersitegang terus. Mari melebur dan kembali berbaur, bekerja sama, untuk kemajuan PWI Sumbar ke depannya. Yang penting, PWI sebagai salah satu organisasi kewartawanan bagaimana bisa meningkatkan keterampilan jurnalistik anggotanya. Tetap menjadi pembelajar sejati, tak puas dengan hal-hal yang sudah ada. Perkembangan teknologi dan media sosial yang marak belakangan, adalah tantangan media massa dan wartawan untuk selalu berbenah. Itu urusan ke dalam, yang tentu banyak program yang bisa dikerjakan dan dikerjasamakan oleh pengurus PWI Sumbar yang dilantik.

Sedangkan ke luar, bagaimana hubungan kemitraan PWI Sumbar dengan pemerintah/badan publik dan pembaca juga bisa menjadi lebih baik. Gesekan-gesekan yang terjadi mari kembali dibuhul ulang, biar saling menguntungkan. Maklumi saja, jika wartawan/pers mengritisi badan publik, itu adalah hal biasa dan tanggung jawab moral wartawan untuk mengemukakan realitas dengan cerdas dan dengan jurnalisme data. Rasa ingin tahu, penuh kecurigaan, dan memberikan informasi yang bermakna kepada pembaca, itulah antara lain sikap wartawan profesional.

Pemerintah jangan sampai pilih kasih kepada wartawan dan medianya. Cara bermitra selama ini masih terkesan “atasan-bawahan”, tidak sejajar. Bahkan di beberapa daerah di Sumatera Barat, bermitra dengan media/wartawan masih kaku. Seolah-olah yang bisa bermitra dan bekerjasama hanya media yang sudah terverifikasi Dewan Pers. Padahal, secara profesional media punya legalitas secara hukum. Ada akta notaris dan surat izin dan kewajiban lainnya. Wartawan juga punya kompetensi, dan sebagai pemimpin redaksi pun sudah memenuhi ketentuan Dewan Pers, harus dengan kompetensi wartawan utama. Jadi buat apa lagi pilih kasih?

Memang ada di beberapa daerah kepala dinas Kominfo yang berhubungan dengan pers/wartawan, kurang paham dengan ini. Sehingga yang terjadi adalah, media yang tidak “dianggap” oleh pemerintah/badan publik cenderung pemberitaannya lebih banyak jurnalisme negatif. Sebaliknya, media yang bekerjasama pun terkesan berada di bawah ketiak pemerintah/badan publik. Beritanya setiap hari adalah agenda gubernur/bupati/walikota. Seolah-olah kebebasan pers yang bertanggung jawab yang dianut wartawan/organisasi wartawan seperti PWI dan lainnya, seperti dikerangkeng. Wartawan dibuat tak profesional, manut dan tutup mulut. Ini juga pemahaman yang keliru, yang bukan rahasia umum.

Bagi yang ingin menjadi media/wartawan yang merdeka, ada yang memilih tak perlu kerja sama. Toh wartawan bekerja dengan rambu-rambu yang sudah disepakati. Jika ada sesuatu yang kurang berkenan, ada jalur yang mesti ditempuh; memberikan hak jawab. Jika hak jawab yang diladeni secara proporsional, bisa dilaporkan ke Dewan Pers. Jika tidak puas, bisa disomasi dan dipidanakan. Dan wartawan jika dalam pekerjaannya tidak profesional, melanggar kode etik, resikonya bisa dipecat. Jadi semuanya ada aturan yang terang-benderang.

Perdebatan Ketua Terpilih

Lantas bagaimana dengan ketua terpilih, Basril Basyar, yang “didugat” dan menyebabkan Dewan Kehormatan PWI Pusat dengan Pengurus Harian PWI Pusat tidak satu suara? Itu urusan intern PWI Pusat dan dengan sudah dilayangkannya undangan pelantikan, di mana pelatikan akan dihadiri oleh Ketua PWI Pusat Atal Sembiring Depari dan sejumlah pengurus lainnya, juga akan dihadiri Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi, pertanda riak-riak yang terjadi akan berakhir.

Kalau pun masih ada riak-riak setelah pelantikan, masih ada jalur lain yang bisa ditempuh. Tim yang kalah, misalnya, bisa saja PTUN-kan keputusan PWI Pusat yang melantik Basril Basyar sebagai ketua. Kalau Dewan Kehormatan PWI pusat tidak satu suara dengan Pengurus Harian PWI Pusat, silakan pula bersikap. Munas luar biasa PWI pun dimungkinkan, misalnya, dengan target mencopot Ketua PWI Pusat Atal S Depari. Atau sebaliknya, mengganti Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang, yang sudah mengeluarkan putusan pemecatan Basril Basyar.

Yang jadi perdebatan selama ini adalah, Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh jadi wartawan. Sementara riwayat Basril Basyar adalah wartawan yang kemudian jadi ASN, dosen di Universitas Andalas, Padang. Basril Basyar yang dulunya wartawan suratkabar harian Singgalang dan kemudian juga koresponden/wartawan suratkabar harian Merdeka dan menjadi dosen, selama ini tidak pernah diungkit. Bahkan seorang Basril Basyar sempat menjadi ketua PWI Sumbar dua periode, kemudian ketua kehormatan PWI Sumbar. Bahkan juga tenaga ahli pers, yang diberi lisensi/sertifikat. Kalau Basril Basyar selama ini dinilai melanggar kode etik/perilaku wartawan, dan melanggar AD/ART PWI, tentu tak mungkin jadi ketua PWI dan berlanjut jadi ketua Dewan Kehormatan PWI Sumbar.

Ketika ada yang persoalkan, Basril Basyar sudah dua kali jadi ketua PWI, kenapa terpilih lagi untuk ketiga kalinya? Bisa jadi yang dilarang itu setelah dua kali berturut-turut kemudian terpilih lagi untuk ketiga kalinya. Sementara Basril Basyar terpilih setelah sempat jeda satu periode, ketika Heranof Firdaus terpilih jadi ketua PWI Sumbar. Jika ada aturan yang dilanggar, tentu sedari awal Basril Basyar tidak mungkin bisa jadi calon. Jadi calon lolos dan menang pula secara demokratis, pemilihan pun disaksikan Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari. Lalu kemenangan ini didugat, dengan alasan Basril Basyar adalah ASN, sebab surat mundurnya hanya sampai di tingkat dekan.

PWI Pusat menunjuk Plt Ketua PWI Sumbar Dr Suprapto, yang salah seorang pengurus PWI Pusat, hingga adanya keputusan pelantikan dan/atau pemilihan ulang.

Keputusan PWI Pusat adalah Basril Basyar tetap dilantik sebagai Ketua PWI Sumatera Barat, periode 2022-2027.

Jika ada yang menafsirkan hasil Kongres Solo yang melarang ASN jadi wartawan (ketua PWI), bukan wartawan yang kemudian jadi ASN, seperti pada Basril Basyar, maka penafsiran ini butuh penafsiran dari lembaga yang pas seperti Mahkamah Konsitusi. Dan kemudian, Dewan Kehormatan PWI Pusat dalam putusannya (10/1) yang memecat Basril Basyar sebagai wartawan, apa bisa berlaku mundur? Toh, yang dipecat sebagai wartawan, bukan dipercat sebagai ketua PWI terpilih. Makanya, Ketua PWI Pusat tak ambil pusing keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat tersebut.

Soal kewartawanan tentu urusan Pemred tempat dia bekerja yang menentukan dipecat atau tidak. Bukan urusan DK PWI Pusat. Juga menjadi tak masalah kalau pimpinannya di Unand tidak persoalkan Basril Basyar yang ASN juga seorang wartawan.

Sebaiknya, setelah Basril Basyar dilantik, DK PWI Pusat coba duduk satu meja dengan Pengurus Harian PWI Pusat, keluarkan satu keputusan. Beda pendapat, beda putusan mungkin pertanda demokrasi yang berpihak kepada keputusan suara terbanyak?

Apa pun akhir cerita setelah pelantikan, fakta hari ini Basril Basyar dilantik, perlu kita ucapkan selamat pada Basril Basyar sebagai ketua PWI Sumbar. Selamat, ciek, dulu. Semoga kepengurusan PWI Sumbar era Basril Basyar ini diisi oleh wartawan-wartawan yang kreatif dan produktif, dan dengan rendah hati mau mendengar masukan dari kawan-kawan pengurus PWI di daerah, dan masukan dari pihak non-PWI.

Oleh YURNALDI
Pemimpin Redaksi MarwahMedia.com

Pos terkait