MarwahMedia.com | Pekanbaru – Riau | 01/07/2023 | — Sekelompok massa mengatasnamakan Masyarakat Pejuang Zonasi (MPZ) yang dikoordinir Sri Deviyani belakangan terlihat begitu gencar dan bersemangat menyuarakan terjadinya ketidak transparanan dan kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023 di Riau. Terutama berkenaan dengan jalur zonasi sekolah casis untuk SMA/SMK.
Bahkan, selain menggelar aksi demo di SMAN 8 Pekanbaru, juga mendatangi pihak-pihak terkait seperti kantor Dinas Pendidikan dan DPRD Riau terkait persoalan tersebut. Teranyar, Sri Deviyani dan beberapa rekannya yang tergabung dalam MPZ menggelar konferensi pers di Cafe Selera Kampung Jalan Mangga,Jumat (30/06/2023).
Dalam pernyataannya, Sri menyebut proses PPDB di Riau tahun ini tidak ada perubahan yang berarti dalam sisi manajemen pengelolaan maupun perbaikan sistem. Padahal, PPDB telah diatur dalam Permendikbud RI nomor 1 tahun 2021 Pasal 2 harus mengacu nilai transparan, objektif dan akuntable.
Dugaan kecurangan yang terjadi seperti manipulasi data kependudukan. Dimana banyak orang tua yang memindahkan anaknya ke KK lain atau KK tumpangan pada saat penerimaan casis siswa (casis) baru di sekolah di suatu lokasi. Akibatnya, anak-anak tempatan yang masuk dalam zonasi dan seharusnya bisa masuk sekolah tersebut malah tidak diterima.
Sri juga menuding tidak ada ketransparanan data dalam PPBD 2023. “Karena untuk rangking jalur zonasi hanya mencantumkan nama casis dan jarak tanpa disertai alamat maupun titik kordinatnya. Diduga sepertinya pengaburan data sehingga masyarakat tidak bisa melihatnya,” tandasnya.
Dia lalu mengungkapkan sejumlah dugaan kecurangan dan ketidaktransparanan yang terjadi dalam PPDB 2023 untuk SMA di Pekanbaru, yakni di SMAN 8 sebanyak 4 kasus, SMA N 1 satu kasus, dan SMA lainnya yang tidak bisa di sebut satu persatu.
Bahkan, Sri menegaskan pihaknya sudah memberitahukan perihal ini kebeberapa instansi lainnya seperti, Disdik Riau, DPRD Provinsi Riau dan Ombusdman. Tetapi alih -alih mendapatkan respon positif , sampai saat ini masih terkesan tidak perduli terkait kisruh PPDB itu.
“Tuntutan kami kepada Dinas Pendidikan Riau agar menunda pengumuman hasil seleksi PPDB , menyesuaikan kouta dan daya tampung rombel yang tertera pada Data Dapodik. Lalu kepada Disdukcapil agar tidak mudah menyetujui perubahan atau pemindahan KK dan lain lainnya , dengan mengacu pada regulasi dan ketentuan perundang undangan yang berlaku,” ujar Sri saat konfrensi pers itu.
Terkait aksi MPZ yang dikoordinir Sri Deviani tersebut, belakangan juga mendapat berbagai tanggapan dari elemen masyarakat lainnya. Di antaranya datang dari Aliansi Pejuang Tanah Melayu Riau (APTMR). “Aksi yang dilakukan sah-sah saja, namun hendaknya tidak menggangu PPDB 2023 yang masih berproses hingga batas waktu 1 Juli 2023 sesuai ketetapan oleh Pemerintah Riau melalui Dinas Pendidikan, ” ungkap Alex Cowboy selalu Ketua Umum APTMR, pada sejumlah awak media, Jum’at (30/06/2023)
Dia berharap aksi-aksi oleh kelompok masyarakat sebaiknya dilakukan setelah lembaga pendidikan menyelesaikan proses PPDB sampai batas akhir yang telah ditentukan agar bisa berjalan lancar. Baru setelah itu, bilamana ada dugaan kecurangan, lakukan reaksi atau tindakan pembelaan terhadap masyarakat yang kehilangan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak. “Proses pengawasan itu boleh siapa saja, silahkan. Tapi, biarkan dulu proses PPDB selesai sehingga panitia PPDB dapat menjalankan tugasnya dengan lancar,” katanya.
Alex juga berharap aksi oleh massa MPZ terkait PPDB 2023 murni untuk kepentingan masyarakat, bukan dikarenakan ada kepentingan atau embel-embel lain. Hal ini terkait dengan sinyalemen berkembang, dimana Koordinator MPZ Sri Deviyani maju sebagai Bacaleg untuk Pemilu 2024, sehingga ada kesan kisruh PPDB dimanfaatkan untuk kepentingan politiknya sebagai ajang pencitraan.
Pahami Regulasi, Jangan Pencitraan
DPP Masyarakat Pendukung Pembangunan Riau (MPPR) juga buka suara dan menyampaikan tanggapannya menyikapi aksi MPZ terkait PPDB 2023 itu. Senada dengan AMPTR, DPP MPPR melalui Sekretatis Emlasmi, ST, menyatakan aksi demo dan gerakan yang dilakukan MPZ kurang pas karena dilakukan disaat pendaftaran proses PPDB sedang berjalan.
Emlasmi tidak menampik bahwa pemerintah mengikutsertakan masyarakat untuk melakukan Pengawasan pelaksanaan PPDB. Namun pengawasan dimaksud tentu tidak dengan melakukan aksi demo yang cenderung mempengaruhi kelancaran proses PPDB.
“Biarkan PPDB selesai dulu, bila setelah itu ada temuan kecurangan baru lakukan reaksi. Sebaiknya kelompok masyarakat gunakana cara yang elegan untuk meminta ketransparanan pelaksanaan PPDB,” ujarnya kepada media marwahmedia.com, Sabtu (01/07/2023) di Pekanbaru.
Dalam pengamatannya, Emlasmi menyebut pelaksanaan PPDB SMA/SMK di Riau tahun ini sudah cukup baik dan transparan, sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021, bahwasanya PPDB dari TK-SMA/sederajat dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Dia mencontohkan laman pendaftaran di aplikasi PPDB yang dilakukan secara daring, untuk jalur zonasi dicantumkan nama-nama calon siswa dan jarak rumah dari sekolah, sehingga masyarakat bisa melihatnya. Bila kemudian ada pihak-pihak yang mempersoalkan ketiadaan alamat casis di aplikasi PPDB tersebut sebagai ketidak transparanan, apalagi menuding indikasi kecurangan, maka tentu tidaklah tepat dan kebablasan.
“Karena kebijakan untuk tidak mencantumkan alamat casis dalam aplikasi PPDB itu sudah benar dan sesuai regulasi yang ada. Pihak sekolah dan Panitia PPDB tentu tidak akan asal-asalan dan mengacu pada ketentuan, termasuk melakukan verifikasi faktual,” jelasnya.
Emlasmi mengaku sudah membaca dan mempelajari penyelenggaraan PPDB, termasuk peniadaan mencantumkan alamat casis di laman pendaftaran di aplikasi PPDB. Kebijakan itu ternyata memang mengacu pada regulasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Pasal 17 huruf h dan terdapat Informasi Publik yang Dikecualikan, di antaranya Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi yaitu dalam hal ini adalah aset, serta informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang – Undang.
Apabila menelaah kepada Pasal 58 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, bahwa data perseorangan meliputi salah satunya alamat saat ini. Pasal 79 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, mengamanahkan bahwa Data Perseorangan dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan dilindungi kerahasiaannya oleh negara.
Bahwa Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pun mengatur bahwa kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
Kemudian berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi,pada pasal 65 ayat 2 bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya. “Jadi cukup jelas kenapa di aplikasi PPDB tidak dicantum alamat casis, karena termasuk dalam data pribadi yang tidak boleh dipublikasikan secara terbuka,” terang Emlasmi.
Maka dari itu, dia menyarankan kelompok masyarakat trutama orangtua casis ,mempelajari dan memahami dulu regulasi terkait PPDB tersebut sebelum melakukan aksi. Sehingga tidak timbul berbagai prasangka dan tuduhan yang justru mendiskreditkan ataupun menzalimi orang-orang lain.
“Niatnya baik untuk membantu dan memperjuangkan masyarakat yang terkesan terzalimi. Tetapi justru malah membuat kezaliman dan kegaduhan karena telah melontarkan prasangka dan tuduhan secara serampangan akibat ketidakpahaman terhadap proses dan regulasi PPDB,” tutur Emlasmi.
Bilamana kelompok masyarakat masih tidak puas dan tetap ingin menuntut ketransparanan terkait PPDB itu, dia mengatakan ada cara elegan yang dapat digunakan, yakni dengan mengajukan permohonan resmi terkait informasi yang diinginkan ke Komisi Informasi Publik (KIP). Lembaga itu nanti yang menyidangkan dan memutuskan hasil dari sengketa informasi tersebut apakah dikabulkan atau ditolak.
Lebih jauh Sekum MPPR ini mengatakan memang PPDB merupakan pelayanan publik, yang artinya setiap orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). “Namun demikian ada informasi dikecualikan yang tidak boleh diakses oleh publik,”terangnya
Emlasmi mencontohkan pengalamannya pada PPDB dua tahun lalu ketika anaknya mendaftar di salah satu SMAN di Pekanbaru lewat jalur zonasi. “Karena jarak rumah dan sekolah cukup dekat, diyakini anak saya lolos masuk jalur zonasi. Namun, ternyata nama anak saya tidak masuk perangkingan, padahal hanya kurang dari 2 meter dari jarak yang ditetapkan panitia PPDB,” ungkapnya.
Karena merasa kecewa dan kurang puas dengan hasil PPDB tersebut, maka dia memutuskan mengajukan permohonan informasi terkait pendaftaran jalur zonasi melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumen (PPID) sekolah bersangkutan. Namun permohonannya ditolak, demikian pula ketika diteruskan ke atasan PPID sekolah hingga akhirnya mengajukan sengketa Informasi ke Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Riau.
“Hasil sidang sengketa Informasi oleh Majelis Komisioner KIP diputuskan permohonan informasi yang saya minta dikabulkan. Terungkap pula bahwa ada indikasi sejumlah orang tua siswa yang menggunakan surat keterangan domisili tidak sesuai tempat tinggal sebenarnya dan inilah yang menyebabkan anak saya tidak masuk perangkingan PPDB sekolah tersebut,atas kesalahan panitia PPDB akhirnya anak saya diterima kembali,” tutur Emlasmi.
Ia berharap pengalamannya tersebut dapat menginspirasi masyarakat terutama orangtua siswa dalam memperjuangkan hak anaknya untuk masuk ke sekolah negeri yang dituju. “Jadi, untuk mendapatkan informasi PPDB yang lebih detail dan sejauh mana transparansi pihak sekolah, sebaiknya gunakan saluran resmi yang ada ketimbang melakukan aksi demo. Karena lebih efektif dan jelas hasilnya,” ujarnya.
Emlasmi juga menanggapi sinyalemen yang berkembang, dimana ada kesan kisruh PPDB dimanfaatkan oknum untuk kepentingan tertentu, seperti sebagai ajang pencitraan untuk tujuan politik. Dengan kata lain tidak murni untuk memperjuangkan hak masyarakat.
“Jika itu yang terjadi, tentu tidaklah etis. Demi ambisi dan kepentingan pribadi mau menghalalkan segala cara, jelas tindakan tidak bermoral. Janganlah PPDB dijadikan tunggangan bagai kepentingan politik,” tukas Emlasmi mengakhiri penjelasannya.* JA