MarwahMedia.com | Pelalawan – Riau | Ahad, 11/08/2024 | – Dalam rangka perayaan Hari Pajak 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengadakan acara “Malam Apresiasi dan Penghargaan Hari Pajak 2024” yang berlangsung di Kantor Pusat DJP pada Jumat, 26 Juli 2024. Acara ini memberikan penghargaan kepada sejumlah perusahaan yang dianggap memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Salah satu perusahaan yang menerima penghargaan tersebut adalah Musim Mas Group, salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar dan terintegrasi di dunia. Perusahaan ini diakui sebagai salah satu dari 20 pembayar pajak terbesar di Indonesia.
Acara tersebut dihadiri oleh Dirjen Pajak beserta jajaran, para wajib pajak, pemangku kepentingan, dan media massa. Dalam sambutannya, Direktur Utama PT Musim Mas, Gunawan Siregar, menyampaikan rasa syukurnya atas penghargaan yang diberikan. “Kami menerima penghargaan ini dengan rasa syukur dan komitmen untuk terus mendukung pembangunan nasional melalui kontribusi pajak. Penghargaan ini merupakan bukti nyata dari komitmen kami untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara untuk pembangunan yang berkelanjutan,” ujar Gunawan Siregar.
Namun, di balik prestasi yang membanggakan ini, Musim Mas Group tidak luput dari kontroversi. Pada tahun 2023, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, dijatuhi hukuman satu tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng. Putusan tersebut dijatuhkan oleh Ketua Majelis Hakim Liliek Prisbawono Adi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Pierre dinyatakan bersalah berdasarkan dakwaan subsider dari jaksa penuntut umum, yaitu Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Selain kasus korupsi, Musim Mas Group juga menghadapi kritik terkait operasional perusahaan yang dianggap tidak ramah lingkungan. Masyarakat dan pemerhati lingkungan menyoroti kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat, terhadap aktivitas lingkungan PT Musim Mas.
Kritik ini semakin tajam ketika pada tahun 2018, Batin Putih Desa Airhitam Ukui, Dahlan Arifin, dan tokoh masyarakat, Sujan, ditahan oleh Polres Pelalawan atas pengaduan dari manajemen PT Musim Mas. Mereka dituduh mengolah Green Belt (Hutan Penyanggah), meskipun lokasi areal lahan yang dikelola kelompok warga tersebut berada dalam konsesi PT RAPP di sekitar Sungai Mangkare, Desa Air Hitam Ukui.
Busri SH MH, seorang pakar hukum lingkungan di Riau, menegaskan bahwa PT Musim Mas diduga telah menanam kelapa sawit di tepian seberang Sungai Air Hitam di lahan gambut yang seharusnya dikonservasi. Menurutnya, jarak sawit ke sungai seharusnya minimal 50 hingga 100 meter, sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Seharusnya perusahaan memiliki kewajiban menjaga dan melindungi lingkungan areal kawasan hijau itu, mengingat 100 meter sisi kiri-kanan sungai dilarang ditanami sawit,” ujar Busri.
Lebih lanjut, Busri menyoroti bahwa setiap kerusakan lingkungan yang terjadi, perusahaan wajib melakukan penghijauan (reboisasi) kembali, bukan menanami sawit di lokasi Green Belt. Ia juga mempertanyakan keabsahan sertifikasi ISPO/RSPO yang dimiliki PT Musim Mas, yang dinilai tidak sejalan dengan praktik di lapangan. “Dipertanyakan ISPO/RSPO yang dimiliki PT MM, apakah sertifikatnya milik PT MM atau yang dipinjam pakai,” tambah Busri.
Kontroversi-kontroversi ini menempatkan PT Musim Mas di persimpangan antara prestasi sebagai salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia dan tuduhan sebagai perusahaan yang melanggar aturan hukum dan lingkungan. Di satu sisi, perusahaan ini diakui oleh pemerintah atas kontribusinya terhadap negara, namun di sisi lain, berbagai masalah hukum dan lingkungan terus menghantui reputasi korporasi ini.* (team)