Proyek Jembatan Padamaran II Rohil (Riau), GEMPUR Sebut “Terindikasi Sarat Penipuan”

MarwahMedia.com | Rokan Hilir – Riau | —Pada Tahun 2023 lalu ada kegiatan yang namanya Minitoring Jembatan Padamaran II ruas jalan Bagansiapiapi – Teluk Piyai (Kubu) senilai Rp. 2,226 miliar yang dilaksanakan oleh PT. Bintan Agung Konsultan, proyek ini dilihat dari LPSE katanya “untuk melaksanakan pekerjaan monitoring” Pekerjaan pemeliharaan berkala jembatan dan perbaikan pilar eksiting (P5) itu dilaksanakan karena mengalami kerusakan. Masa pelaksanaan pekerjaan sendiri dilaksanakan hingga masa pemeliharaan hasil pekerjaan, namun pekerjaan ini terindikasi ada keganjilan.

Pada bulan Desember 2023 pelaksanaan pekerjaan konstruksi jembatan tersebut terbukti rekanan atau penyedia pekerjaan fisik mengalami putus kontrak sehingga pekerjaan yang dinyatakan oleh Dinas terkait (Kepala Dinas PUPRPKPP Provinsi Riau) dengan progres 1 persen itu naik kepersidangan atas gugatan oleh kontraktor penyedia fisik (pelaksana).

Gugatan digelar pada sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan PT Agciran Teknik (AT) selaku kontraktor proyek perbaikan Jembatan Pedamaran II Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) terhadap Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau, ini digelar Selasa (24/1/23) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

Gugatan yang diajukan PT Agciran ini, karena Dinas PUPR-PKPP Riau, tiba-tiba melakukan putus kontrak kerja sepihak.

Tindakan Dinas PUPR Riau memutuskan kontrak kerja proyek fisik Jembatan Pedamaran II itu, dinilai sebagai Perbuatan Melawan Hukum.

“Secara substansi dalam gugatan kita nilai cukup keliru. Karena pekerjaan yang hanya 1 persen dengan waktu yang telah disediakan itu, memang kontraktor (penggugat) tidak sanggup mengerjakan proyek tersebut,” kata Kuasa Hukum Pemprov Riau Yan Dharmadi SH MH., sebelumnya pada media.

Kata Ketua DPD LSM Gerakan Pemantau Kinerja Aparatur Negara (Gempur) mengatakan “kegiatan jangka waktu pelaksanaan sebanyak 6 bulan atau 180 hari kalender, namun pada tahun 2024 kegiatan monitoring tersebut diadakan kembali dengan anggaran Rp. 2,034 miliar dengan perusahaan yang sama (PT Bintan Agung Konsultan).

“Menurut data pada LPSE Prov Riau, perusahaan ini beralamat pada komplek Villa Panam B21 Pekanbaru, dan dari hasil observasi di lapangan terhadap alamat perusahaan pemenang berkontrak tersebut kami tidak menemukan bangunan yang mirip dengan kantor atau aktivitas kantor atau plang kantor sebagaimana yang tertuang pada data LPSE,” katanya.

“Dengan begitu kami menduga perusahaan penyedia monitoring tersebut tidak memiliki karyawan/ti (personil) sebagaimana yang diisyaratkan dalam tender,” ulasnya.

Kemudiaan pertanyaan “kami jika keberadaan kantor yang kami temukan layaknya rumah tingal maka bagaimana perusahaan tersebut bisa sebagai pemenang tender”.

Arif menduga kegiatan monitoring struktur pemeliharaan berkala Jembatan Damar II pada ruas jalan Bagansiapiapi / Teluk Piyai (Kubu) (lanjutan) tidak sesuai dengan dokumen uraian singkat sebagaimana yg tertuang pada lingkup pekerjaan huruf (a) yaitu “melaksanakan pekerjaaan monitoring struktur jembatan Padamaran II Teluk Piyai Kubu”.

Dan sebagai mana pada lingkup kewenangan penyedia jasa pada angka 2 (uraian KAK) yang berbunyi penyedia jasa konsultasi wajib mendampingi pekerjaan fisik hingga pekerjaan fisik itu selesai dengan PHO.

Kata Arif “jangka waktu pelaksanaan pekerjaan monitoring struktur jembatan itu diperkirakan selama 6 bulan atau 180 hari kalender semenjak ditandatanganinya perjanjian kontrak.

“Sehubungan dengan yang saya jabarkan tersebut pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan berkala pada pekerjaan pada tahun anggaran (TA) 2024 tidak dilaksanakan alias tidak ada pekerjaan tersebut namun kegiatan monitoring tetap dilaksanakan dengan anggaran kegiatan Rp. 2 miliar lebih itu wajib kita curigai karena bagaimana PHO bisa dilaksanakan oleh uraian KAK tersebut?,” katanya.

Kemudian selanjutnya “terhadap kontrak yang dilaksanakan selama 6 bulan tersebut sementara penandatangan kontrak menurut data LPSE dilaksanakan pada tanggal 30 agustus 2024”.

“Jika dihitung hingga pemantauan lapangan kami (14/12/24) terhitung sejak kontak pekerjaan itu tidak ditemukan dilapangan alias kita duga fiktif,’ sambung Arif.

Sementara beber Arif “kegiatan lanjutan pada TA 2024 tidak mempunyai output yg jelas sehingga kegiatan monitoring ini diduga hanyalah akal-akalan saja diduga untuk meraup keuntungan secara pribadi ataupun kelompok.

“Kita menduga ada padanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berupa dugaan persekongkolan antara (rekanan) dengan PPK, dimana dalam proses tender yang dilakukan oleh LPSE Prov Riau telah ditentukan pemenang yaitu PT Mekaro Daya Mandiri.

“Namun terhadap pemenang kontrak tertuang PT Bintan Agung Konsultan, karenakan adanya surat dari PPK. dimana rekanan PT Bintan Agung Konsultan juga sebagai rekanan penyedia pada kegiatan monitoring TA 2023 itu,” jelas Arif.

“Anehnya hasil observasi kami di lapangan kami menduga material/peralatan yg digunakan adalah peralatan yang juga digunakan pada kegiatan ta 2023”.

Karena adanya dugaan proyek yang terindikasi akal – akalan, maka LSM Gempur mendesak aparat penegak hukum untuk segera memanggil dan memeriksa pihak rekanan direktur PT Bintan Agung Konsultan, Kepala Dinas PUPR Prov Riau PPK (Kabid Binamarga) Dinas PUPR PKPP Prov Riau, untuk menjelaskan terhadap “proyek kertas” dan kebenaran temuan LSM Gempur agar tidak menjadi perbincangan aktivis di Riau.

“DPD LSM Gempur Riau, akan segera membuat laporan pengaduan kepada Kejati Riau dan kalau tidak diusut maka Gempur akan melanjutkan laporan pengaduan kepada KPK agar Riau bebas dari Korupsi,” pungkasnya.

Kepala Dinas PUPRPKPP Provinsi Riau Muh. Arief Setiawan, dikonfirmasi diam dan terkesan menantang Kejati Riau.***

Pos terkait